Kini Giliran Selebgram dan Youtuber Diburu Pajak

Kini Giliran Selebgram dan Youtuber Diburu Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Pajak Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik E-Commerce. Kebijakan tersebut ditujukan untuk kegiatan e-commerce dalam daerah kepabeanan Indonesia dan berlaku mulai 1 April 2019. Secara rinci, ketentuan tersebut mengatur perlakuan pajak untuk penyedia platform marketplace (termasuk perusahaan Over the Top di bidang transportasi) dan pedagang/penyedia jasa pengguna platform e-commerce yang berkedudukan di Indonesia;selain itu perdagangan e-commerce di dalam daerah kepabeanan Indonesia, melalui sistem elektronik berupa online retail, classified ads, daily deals, atau media sosial. Baca: Sri Mulyani Keluarkan Aturan Pajak Toko Online, Termasuk Dagang Via Medsos Namun, masih ada celah dari sisi perpajakan. Tingkat ketaatan masih tergolong rendah, terutama di kalangan penggiat media sosial. Dalam konteks ini selebgram maupun youtuber.

Dalam rangka memungut pajak dari selebgram maupun youtuber, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memiliki sebuah sistem bernama Social Network Analytics (SONETA) yang mampu menganalisis penyandingan data baik untuk pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN). Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengemukakan, sistem SONETA nantinya diharapkan bisa terintegrasi dengan setiap media sosial. Meski demikian, sistem tersebut saat ini baru bisa digunakan di internal otoritas pajak. Lewat sistem SONETA, dilakukan penggalian data informasi para pengguna media sosial. Hal ini sudah dilakukan sejak tahun lalu oleh DJP. \"Sudah jalan dari dulu, tapi dilakukan masing-masing oleh KPP atau unit secara manual. Tapi kalau tersistem dan terintegrasi, belum,\" kata Iwan di Jakarta, beberapa waktu lalu. Adapun kriteria-kriteria pengguna media sosial yang dipantau ketat oleh para fiskus pajak. Salah satunya adalah yang kerap kali mengunggah foto-foto kekayaan di akun media sosialnya masing-masing. Otoritas pajak akan melihat dengan seksama, apakah apa yang ditonjolkan para wajib pajak di akun media sosialnya sesuai dengan laporan kewajiban perpajakannya yang memang selama ini harus dilaporkan kepada DJP. \"Penggalian data dari sosial media itu sudah dilakukan oleh para AR (account representative) dari dulu. Hanya saja penggalian itu baru dilakukan sendiri-sendiri, dan di analisa sendiri-sendiri,\" katanya. Pengamat pajak Yustinus Prastowo mengingatkan bahwa sanksi pidana merupakan sanksi terberat dalam dunia perpajakan. Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib pajak melakukan pelanggaran berat yang menimbulkan kerugian pada pedapatan negara dan dilakukan lebih dari satu kali. \"Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39 ayat 1 yang memuat sanksi pidana bagi orang yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Sanksi tersebut adalah pidana penjara singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda minimal 2 kali pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar,\" kata Yustinus. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: